Fenomena Sadfishing: Ketika Kesedihan Dijadikan Konten demi Viralitas
TEKNOLOGIFenomena sadfishing semakin menggema di media sosial. Istilah ini merujuk pada tindakan seseorang yang membesar-besarkan masalah emosional mereka secara berlebihan demi menarik simpati publik. Jika dilakukan dengan tujuan positif, membagikan kesedihan bukanlah hal yang salah. Namun, ketika kesedihan dikomersialisasikan demi atensi dan viralitas, inilah yang menjadi persoalan.
Sadfishing dan Tren Eksploitasi Kesedihan
Salah satu kasus yang sempat mencuat adalah kematian Nur Riska, mahasiswa UNY, yang mendadak viral di media sosial. Beragam media ikut memberitakan, namun sorotan lebih tertuju pada narasi sedih dan latar belakang ekonomi keluarganya, ketimbang mengungkap fakta di balik kejadian tersebut.
Remotivi dalam artikelnya, “Kepiluan Media di Balik Berita Kisah Pilu Mahasiswi UNY”, mengungkap bahwa pemberitaan lebih menonjolkan diksi melankolis seperti “kepahitan”, “cerita paling getir”, dan “perempuan kecil”, yang membingkai Riska dalam narasi tragis. Keluarganya yang berasal dari daerah terpencil dan berprofesi sebagai penjual sayur juga dijadikan sorotan, seolah kemiskinan adalah faktor utama tragedi ini.
Dampaknya, publik lebih terfokus pada sisi emosional dibanding mencari kejelasan kasus yang sebenarnya. Inilah salah satu bentuk sadfishing yang mengarah pada eksploitasi kemiskinan dan penderitaan demi engagement di media sosial.
Mengapa Konten Sadfishing Laris di Media Sosial?
Fenomena sadfishing bukan hanya terjadi pada kasus viral seperti Nur Riska, tetapi juga marak di platform seperti TikTok, Instagram, dan Twitter.
Misalnya, kasus “nenek diguyur lumpur” di TikTok, yang memanfaatkan narasi kemiskinan agar menarik perhatian netizen. Konten tersebut mendorong simpati publik, hingga akhirnya banyak orang bersedia berdonasi.
Fenomena ini terus berkembang dengan berbagai varian, seperti “goyang sadbor”, yang pada dasarnya adalah bentuk lain dari mengemis online dengan cara mengkomersialisasikan kesusahan hidup.
Menurut penelitian Annisa Putri Ramadhani, Citra Eka Putri, dan Radja Erland Hamzah dalam jurnal “Trends Of Sadfishing Phenomenon and Disappearance Of Self-Privacy On Social Media TikTok”, ada beberapa alasan mengapa sadfishing semakin marak:
- Keinginan mendapatkan simpati dan empati dari publik.
- Demi viralitas, karena kisah-kisah menyedihkan lebih mudah menarik perhatian netizen.
- Daya tarik untuk mendapatkan donasi atau hadiah daring dari pengguna lain.
- Menambah jumlah viewer dan followers untuk monetisasi konten.
Dengan kata lain, kesedihan bukan lagi sekadar ungkapan emosi, melainkan strategi untuk mendulang keuntungan di dunia digital.
Sadfishing sebagai Eksploitasi Ekonomi Modern
Dalam penelitian mahasiswa UGM yang dikutip dari CNBC Indonesia, ditemukan bahwa sadfishing telah mendorong tren eksploitasi empati orang lain. Beberapa pengguna sengaja membuat konten manipulatif untuk menarik perhatian dan mendorong orang berdonasi.
Fenomena ini disebut sebagai eksploitasi ekonomi modern, di mana keterbatasan atau kesulitan hidup dipresentasikan sebagai komoditas untuk mendapatkan penghasilan instan.
Lebih jauh, penelitian ini juga menyoroti meningkatnya konten pemberian hadiah daring, di mana para kreator berusaha menarik simpati agar mendapatkan gift atau sumbangan digital.
Dampak buruknya adalah penurunan kreativitas dan minimnya inovasi dalam konten digital. Orang-orang lebih memilih jalur instan dengan menjual kesedihan daripada menciptakan sesuatu yang bermakna.
Dampak Buruk Sadfishing terhadap Ruang Digital
Jika terus dibiarkan, sadfishing bisa membawa berbagai dampak negatif bagi ekosistem digital, di antaranya:
- Menormalisasi eksploitasi kesedihan → Kesedihan dan penderitaan dijadikan alat utama dalam produksi konten.
- Menurunkan standar etika di media sosial → Masyarakat menjadi lebih permisif terhadap konten eksploitasi.
- Mengaburkan batas antara fakta dan manipulasi → Sulit membedakan apakah kisah yang dibagikan benar-benar real atau sekadar dibuat-buat.
- Meningkatkan distrust terhadap konten digital → Netizen semakin skeptis terhadap narasi kesedihan karena banyaknya konten yang diduga manipulatif.
Fenomena ini tidak hanya merugikan individu yang benar-benar membutuhkan, tetapi juga merusak tatanan norma di masyarakat, di mana orang lebih sibuk mencari simpati daripada mencari solusi nyata atas masalah hidup mereka.
Solusi: Literasi Digital sebagai Benteng Perlindungan
Untuk mengatasi maraknya sadfishing, penting bagi masyarakat untuk memiliki literasi digital yang kuat. Beberapa langkah yang bisa dilakukan adalah:
- Meningkatkan kesadaran terhadap pola eksploitasi media → Publik harus lebih kritis dalam menyikapi konten yang mengandalkan kesedihan berlebihan.
- Meneliti kebenaran informasi sebelum berempati → Tidak semua kisah menyedihkan di media sosial benar adanya. Lakukan verifikasi sebelum bertindak.
- Mendukung konten edukatif dan inspiratif → Alih-alih memberikan atensi pada konten eksploitasi, lebih baik mendukung kreator yang menghadirkan konten bermanfaat.
- Mendorong regulasi dan etika dalam media digital → Platform media sosial sebaiknya memiliki kebijakan lebih ketat untuk mencegah eksploitasi kesedihan.
Dengan demikian, kita dapat menciptakan ekosistem digital yang lebih sehat dan produktif, di mana media sosial digunakan untuk berbagi inspirasi, bukan sekadar menjual kesedihan demi popularitas.
Kesimpulan
Fenomena sadfishing semakin marak di media sosial, di mana kesedihan dan penderitaan dijadikan alat untuk menarik simpati dan mendulang viralitas. Contoh kasus seperti kematian Nur Riska, nenek diguyur lumpur, hingga goyang sadbor menunjukkan bahwa kesusahan hidup kini menjadi komoditas di dunia digital.
Sadfishing yang semakin menjamur berpotensi merusak ruang digital, menormalkan eksploitasi, dan menghilangkan batas antara realitas dan manipulasi. Literasi digital menjadi kunci utama untuk melawan tren ini, agar masyarakat lebih kritis dan bijak dalam menanggapi konten yang beredar.
Bijaklah dalam berempati di media sosial. Jangan sampai simpati kita dimanfaatkan oleh eksploitasi kesedihan!
Silahkan tinggalkan pesan jika Anda punya saran, kritik, atau pertanyaan seputar topik pembahasan.